Tinggallah Ingatan Rakan-rakan Blogger Di sini

Daisypath Anniversary tickers

Thursday 28 July 2011

Setitis Airmata Sejuta Makna

Rasulullah SAW bersabda yang bermaksud:

"Tidak ada sesuatu yang lebih dicintai oleh Allah SWT dari dua titisan dan dua kesan: titisan dari airmata kerana takut kepada Allah dan titisan darah yang mengalir di jalan Allah swt. Adapun dua kesan adalah: kesan di jalan Allah dan kesan suatu perintah dari perintah-perintah Allah swt." (HR. Tirmidzi, 1669)


Imam Nawawi berkata: "Menangis ketika membaca Al-Quran itu adalah sifat dari orang yang arif bijaksana dan simbol orang -orang yang soleh."


Abdullah bin Amr bin Al Ash r.a berkata, "Sungguh saya menitiskan setitis air mata kerana takut kepada Allah swt itu lebih saya sukai daripada saya bersedekah seratus dinar."


Aun bin Abdullah r.a berkata, "Telah sampai berita kepada saya bahawa tidaklah air mata seseorang yang takut kepada Allah SWT itu terkena pada bahagian dari sesuatu tubuh, melainkan Allah SWT mengharamkan bahagian tubuh yang terkena air mata itu akan neraka."


Al-Kindi berkata, "Air mata yang mengalir dari tangisan kerana takut kepada Allah SWT itu sama keadaannya seperti mengalirnya air ke api neraka."


Ibnu Samak, telah melakukan penelitian tentang dirinya sendiri seraya berkata kepada dirinya, "Kamu berkata seperti perkataan orang-orang zuhud, namun kamu berbuat seperti perbuatan orang-orang munafik. Sekalipun demikian, kamu wahai jiwa, tetap meminta syurga. Mustahil, mustahil kamu akan dapat meraih syurga, kerana syurga itu milik golongan lain yang mereka memiliki satu gudang amalan selain dari yang kita kerjakan."

Menangis adalah tanda keikhlasan dan bukti yang menunjukkan rasa takut kepada Allah SWT. Dengan demikian,  atas rasa takut ini kita menghalang kita melakukan kemaksiatan di hadapan mahupun di belakang manusia lain. rasa takut ini juga mendorong kita melakukan ketaatan bagi memantapkan keikhlasan sehingga mengalirkan air mata kerana cemas dan mengharapkan Rahmat Allah SWT.





 


Tuesday 26 July 2011

VARIOUS HADITH OF OUR PROPHET (SAAS) REFER TO SIGNS OF THE MAHDI IN THE QUR'AN

"The Mahdi will rule the world just like
Dhu'lqarnayn and Sulayman." 
(Al-Qawl al-Mukhtasar fi Alamat al-Mahdi al- Muntadhar, p. 29)

This hadith indicates we should examine the accounts of Dhu'lqarnayn and the Prophet Sulayman (as) in the Qur'an in the context of the subject of the Mahdi.
The hadith below also reveal that there are significant allusions to the End Times in the stories of al-Kahf (the Cave) and Talut. Our Prophet (saas) could have expressed the hadith regarding the End Times and the Mahdi in many different ways. However, as can be seen from the examples cited here, linking the way these are linked to accounts in the Qur'an represents powerful evidence of the subject under discussion. Our Prophet (saas) says:

"The People of the Cave will be the Mahdi's helpmates." 
(Al-Burhan fi Alamat al-Mahdi Akhir al-Zaman, p. 59)
"The Mahdi will have as many followers as those
who crossed the river with Talut."
(Al-Burhan fi Alamat al-Mahdi Akhir al-Zaman, p. 57


Monday 25 July 2011

Manusia Bangkit Dari Kubur Dalam 12 Barisan


Suatu ketika, Muaz bin Jabal r. a menghadap Rasullullah S. A. W dan
bertanya: "Wahai Rsullullah, tolong huraikan kepadaku mengenai 
firman Allah
s. a. w: "Pada sangkakala ditiup, maka kamu sekalian datamg
berbaris-baris" -(Surah an-Naba':18)
 
Mendengar pertanyaan itu, baginda menangis hingga basah pakaiannya. 
Lalu
Baginda menjawab:
 
"Wahai Muaz, engkau telah bertanyakan kepada aku, perkara yang amat 
besar,
bahawa umatku akan digiring, dikumpulkan berbaris-baris menjadi 12 
barisan,
masing-masing dengan pembawaan mereka sendiri.... Maka dinyatakan 
apakah 12
barisan berkenanaan iaitu:
 
BARISAN PERTAMA Diiringi dari kubur dengan tidak bertangan dan 
berkaki.
Keadaan mereka ini dijelaskan melalui satu seruan dari sisi Allah 
Yang Maha
Pengasih: " Mereka itu adalah orang-orang yang ketika hidupnya 
menyakiti
hati jirannya, maka in balasannya dan tempat kembali mereka adalah
neraka..."
 
BARISAN KEDUA Diiringi dari kubur berbentuk babi hutan. Datanglah 
suara dari
sisi Allah yang maha pengasih: "Mereka itu adalah orang yang ketika 
hidupnya
meringankan solat, maka inilah balasannya dan tempat kembalinya 
adalah
neraka..."
 
BARISAN KETIGA Mereka berbentuk keldai, sedangkan perut mereka penuh 
dengan
ular dan kala jengking. "Meraka ini adalah orang yang enggan 
membayar zakat,
maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka.."
 
BARISAN KEEMPAT Diiringi dari kubur dengan keadaan darah seperti air
pancutan keluar dari mulut mereka. "Mereka ini adalah orang yang 
berdusta
didalam jual beli, maka inilah balasannya dan tempat mereka adalah 
neraka.."
 
BARISAN KELIMA Diiringi dari kubur dengan bau busuk daripada 
bangkai. Ketika
itu Allah s. a. w menurunkan angin sehingga bau busuk itu mengganggu
ketenteraman di Padang Masyar. "Mereka ini adalah orang yang 
menyembunyikan
perlakuan derhaka takut diketahui manusia tetapi tidak pula rasa 
takut
kepada Allah s. a. w, maka inilah balasannya dan tempat kembali 
mereka
adalah neraka..."
 
BARISAN KEENAM Diiringi dari kubur dengan keadaan kepala mereka 
terputus
dari badan. "Mereka adalah orang yang menjadi saksi palsu, maka 
inilah
balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka.."
 
BARISAN KETUJUH Diiringi dari kubur tanpa mempunyai lidah dari mulut 
mereka
mengalir keluar nanah dan darah. "Meraka itu adalah orang yang enggan
memberi kesaksian di atas kebenaran, maka inilah balasannya dan 
tempat
kembalu mereka adalah neraka..."
 
BARISAN KELAPAN Diiringi dari kubur dalam keadaan terbalik degan 
kepala
kebawah dan kaki keatas. " Meraka adalah orang yang berbuat zina, 
maka
inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka.."
 
BARISAN KESEMBILAN Diiringi dari kubur dengan berwajah hitam gelap 
dan
bermata biru sementara dalam diri mereka penuh dengan api gemuruh. " 
Mereka
itu adalah orang yang makan harta anak yatim dengan cara haram, maka 
inilah
balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."
 
BARISAN KESEPULUH Diiringi dari kubur mereka dalam keadaan tubuh 
mereka
penuh dengan sopak dan kusta. "Mereka adalah orang yang derhaka 
kepada orang
tuanya, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah 
neraka.."
 
BARISAN KESEBELAS Diiringi dari kubur mereka dengan berkeadaan buta, 
gigi
mereka memanjang seperti tanduk lembu jantan, bibir mereka melebar 
sampai
kedada dan lidah mereka terjulur memanjang sampai keperut dan keluar
beraneka kotoran. "Mereka adalah orang yang minum arak, maka inilah
balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."
 
BARISAN KEDUA BELAS Mereka diiringi dari kubur dengan wajah yang
bersinar-sinar laksana bulan purnama. Mereka melalui titian sirat 
seperti
kilat. Maka, datanglah suara dari sisi Allah Yang Maha Pengasih 
memaklumkan:
"Mereka adalah orang yang beramal soleh dan banyak berbuat baik. 
Meraka
menjauhi perbuatan derhaka, mereka memelihara solat lima waktu, 
ketika
meninggal dunia keadaan mereka bertaubat, maka inilah balasannya dan 
tempat
kembali mereka adalah syurga, mendapat keampunan, kasih sayang dan 
keredhaan
Allah yang maha pengasih..."
 
 
 
 
 








Sunday 24 July 2011

WHAT DOES THE TERM "MAHDI" MEAN?


 The concepts of the End Times and the Mahdi may not be that familiar to some people. It will therefore be useful to clarify them before going any further. According to Islamic belief, the End Times refer to a period close to Doomdsay, when Qur'anic moral values will rule the world and spread widely among the peoples of the world.

People always long for more and better, such as a prettier view, more delicious food, a better life involving no social problems, well-being, peace of mind, abundance and beauty. The End Times refers to a time that encapsulates all that is "greater" and "better." The End 

Times is a holy time that all believers have longed for down the years, when Islamic values will rule the world and when shortages and scarcity are replaced by plenty and abundance, when injustice gives way to justice, and when conflict is replaced by peace and security.

The hadith of our Prophet (saas) contain detailed descriptions of this period and its characteristics. Following our Prophet (saas), various great Islamic scholars also made important statements regarding the End Times. These indicate that the End Times will be full of significant phenomena taking place one after the other. The End Times is an age when the world will first suffer corruption and chaos, after which it attains salvation as people come to live by the true faith.

In the first stage of the End Times, the world will be corrupted by various philosophical systems that deny the existence of Allah. They will turn away from the reason for their creation, as a result of which there will be terrible spiritual emptiness and moral degeneration. Dreadful catastrophes, wars and suffering will take place, and people will look for an answer to the question "How can we be saved?"

This part of the End Times will be one when the faith has also been corrupted. Islam will have departed from its true essence because of various superstitions and beliefs that have found their way into it. People committing bigotry and hypocrisy under the name of faith will try to spread these superstitions and to prevent people understanding the moral virtues lying at the heart of Islam. Philosophies encouraging atheism on the one hand and these conservative forces eating away at the faith from the inside on the other, will lead mankind into terrible darkness.

However, Allah will lead people to salvation from these dark days of the End Times. He will make use of a servant with superior moral virtues and bearing the title of the Mahdi (he who leads to the truth) to call those people who have lost their way back to the true path. The Mahdi will first wage in intellectual struggle within the Islamic world and will return Muslims who have departed from the true essence of Islam back to true belief and moral virtues. The Mahdi will have three main tasks at this point:

1. The eradication of philosophical systems that support denial and atheism,
2. To combat superstition by freeing Islam from the hypocrites who have corrupted it. To reveal and apply true Islamic moral values based on the commands of the Qur'an.
3. To strengthen the Islamic world politically and socially, to establish peace, security and well-being, and to resolve social problems.
 
According to the hadith, the Prophet 'Isa (as) will return to Earth at the same time as the Mahdi, will principally address the Christan and Jewish world, and will summon them to live by the Qur'an by purging them of the errors into which they have fallen. As Christians follow the Prophet 'Isa (as) the Christian and Islamic worlds will unite in a single belief, and the world will enjoy a period of great peace, security, happiness and well-being, known as the Golden Age.
The hadith of our Prophet (saas) contain various portents regarding the beginning of the End Times. There are also verses in the Qur'an that allude to this period. The following section sets out various portents of the End Times in the light of hadith and verses of the Qur'an.

Wednesday 20 July 2011

THE TSUNAMI EFFECT IN THE PROPHET MOSES (PBUH)'S PARTING OF THE SEA

So We revealed to Moses, 'Strike the sea with your staff.' And it split in two, each part like a towering cliff. (Surat Ash-Shu'ara', 63)
The Egyptian monarchs known as the pharaohs regarded themselves as divine in the polytheistic, superstitious religion of ancient Egypt. Allah sent the Prophet Moses (pbuh) as an envoy to the people of Egypt at a time when they preferred their own superstitious beliefs to the true faith and when they had enslaved the Israelites. However, despite the Prophet Moses (pbuh)'s invitation to the true faith, the ancient Egyptians and Pharaoh and his court in particular, refused to abandon their pagan beliefs. The Prophet Moses (pbuh) told Pharaoh and his court the things they ought to avoid and warned them of the wrath of Allah.  But they rebelled and falsely accused the Prophet Moses (pbuh) of madness, sorcery and mendacity. Although various tribulations were inflicted on Pharaoh and his people, they still did not submit to Allah; they refused to accept Allah as the one and only God. They even held the Prophet Moses (pbuh) responsible for what had befallen them and sought to exile him from Egypt. At this, Allah told the Prophet Moses (pbuh) and those with him to leave where they were:

We revealed to Moses: 'Travel with Our slaves by night. You will certainly be pursued.' Pharaoh sent marshals into the cities: 'These people are a small group and we find them irritating and we constitute a vigilant majority.' We expelled them from gardens and springs, from treasures and a splendid situation. So it was! And We bequeathed them to the tribe of Israel. So they pursued them towards the east. (Surat Ash-Shu'ara', 52-60)

As revealed in the Qur'an, when the two peoples came together at the end of this chase, Allah rescued the Prophet Moses (pbuh) and the believers with him by parting the sea, while destroying Pharaoh and his people. Allah's assistance to the believers is revealed as follows in the Qur'an:

So We revealed to Moses, 'Strike the sea with your staff.' And it split in two, each part like a towering cliff. And We brought the others right up to it. We rescued Moses and all those who were with him. Then We drowned the rest. There is certainly a Sign in that yet most of them are not believers. Truly your Lord is the Almighty, the Most Merciful. (Surat Ash-Shu'ara', 63-68)

The Arabic word "idrib," translated as "strike" in verse 63 of Surat ash-Shuara, also means "to open, divide or separate." In the light of this expression and what happened subsequently, the verse may be a reference to the formation of tsunami waves. (Allah knows best.) Since tsunami waves cause large amounts of water to shift and thus give way to the emergence of earth on shallow grounds. In the time of the Prophet Moses (pbuh), as with the tsunami waves the waters might have pulled back some hundreds of meters and this might have caused the parting of the sea. (Allah knows best.)


In addition, the waters are compared to mountains in the above verse. The waters collected in a tsunami form a giant peak1 and resemble a mountain seen from below.  As with mountains, the base of the tsunami is very broad and strong. In tsunamis, the depth of the water declines while the mass of the wave expands and rises in height. Tsunamis may be up to 30m high.2 It is therefore very significant how the waters are likened to a mountain. 


Tsunamis are very different to the waves we are familiar with, and are a movement of the entire depth of water. This is not generally restricted to the surface, and may stretch for several kilometers. They thus possess high levels of energy and move very fast.3 Scientific statements say this about tsunamis:

In fact the tsunami crest is just the very tip of a vast mass of water in motion...Wind-driven waves and swells are confined to a shallow layer near the ocean surface, a tsunami extends thousands of feet deep into the ocean…. Survivors of tsunami attacks describe them as dark "walls" of water. Impelled by the mass of water behind them, the waves bulldoze onto the shore and inundate the coast...
... The contours of the seafloor and coastline have a profound influence on the height of the waves -- sometimes with surprising and dangerous results. During the 1993 tsunami attack on Okushiri, Japan, the wave "run up" on the coast averaged about 15 to 20 meters (50 - 65 feet). But in one particular spot, the waves pushed into a V-shaped valley open to the sea, concentrating the water in a tighter and tighter space. In the end, the water ran up to 32 meters (90 feet) above sea level, about the height of an 8-story office building. 4

The way that the past events described in the Qur'an are in complete agreement with present-day historic evidence and scientific advances, is without doubt one of the great miracles of the Qur'an. The way the waters parted when the Prophet Moses (pbuh) and his companions needed to cross and how they closed again over the heads of Pharaoh and his army are clear instances of the way Allah assists believers. Indeed, the Prophet Moses (pbuh) displayed an excellent example of proper moral values by trusting in Allah in that most difficult moment:

And when the two hosts came into sight of one another Moses's companions said, 'We will surely be overtaken!'  He said, 'Never! My Lord is with me and He will guide me.' (Surat Ash-Shu'ara', 61-62)


The force applied to the sea floor causes mountainous waves to form by causing the water to rise up vertically.
Tsunami Formation:
Stage 1—Beginning: If the tsunami acts like an earthquake, the sea floor is moved up or down. As a result the mass of water moves up or down.
Stage 2 —Separation: Within a few minutes, the tsunami that starts to form divides in two, one part moving toward the depths of the ocean, the other reaching the coast.
Stage 3—Elevation: The tsunami wave reaching the shore rises up like a huge wave when it reaches the land.

Stage 4- Wave impact: The leading wave becomes pointed and appears to rise even higher. The first part of the wave to hit the land is convex in shape, which is why the water initially seems to be pulling away from the land. 
1. http://en.wikipedia.org/wiki/Tsunami
2. http://www.eies.itu.edu.tr/sumatra/sumatra.htm
3. http://www.crystalinks.com/tsunami.html
4. http://www.wnet.org/savageearth/tsunami/index.html

Tuesday 19 July 2011

PROPHET MUSA (AS) AND SEA'S SPLITTING IN TWO

The kings of Egypt-known as "Pharaohs" (or "Fir'awn" in the Arabic of the Qur'an)-regarded themselves as divine in the polytheistic, superstitious religion of ancient Egypt. At a time when the people of Egypt favoured a superstitious belief system over a divine belief system-the same era in which when the Children of Israel were enslaved-Allah sent the Prophet Musa (as) as a messenger to the tribe of Egypt.
However, Pharaoh and his court, and the people of Egypt in general, almost universally refused to abandon their idolatrous beliefs when the Prophet Musa (as) called them to divine religion and the Oneness of Allah. The Prophet Musa (as) revealed to Pharaoh and his courtiers that they should avoid false worship, warning them of Allah's wrath. In response to this, they rose up and slandered the Prophet Musa (as): They accused him of being mad, of being a sorcerer and of falsehood. Pharaoh and his people refused to submit to the Prophet Musa (as) even though many troubles were visited upon them. They refused to accept Allah as the only God. They even held the Prophet Musa (as) responsible for what had befallen them and sought to exile him from Egypt. In the Qur'an, Allah makes this reference to the Prophet Musa (as) and the believers with him:
We revealed to Musa: "Travel with Our servants by night. You will certainly be pursued." Pharaoh sent marshals into the cities: "These people are a small group and we find them irritating and we constitute a vigilant majority." We expelled them from gardens and springs, from treasures and a splendid situation. So it was! And We bequeathed them to the tribe of Israel. So they pursued them towards the east. (Qur'an, 26:52-60)

The map shows the route taken by the Prophet Musa (as) after leaving Egypt and the estimated location of the site where the sea divided.

The diagram shows the shallow and deeper areas. It is at this point that the Sinai Peninsula and Arabia approach each other most closely.

As revealed in the Qur'an, the two communities met at the edge of the sea following this pursuit. Allah divided the sea and saved the Prophet Musa (as) and the believers with him, destroying Pharaoh and his people. This aid from Allah is revealed thus:
So We revealed to Musa, "Strike the sea with your staff." And it split in two, each part like a towering cliff. And We brought the others right up to it. We rescued Musa and all those who were with him. Then We drowned the rest. There is certainly a Sign in that yet most of them are not believers. Truly your Lord is the Almighty, the Most Merciful. (Qur'an, 26:63-68)
In connection with this subject, the following account has recently been found in papyruses from the time of Pharaoh:
From Amenamoni, head of the protective books of the white room of the palace, to the scribe Penterhor:
When this letter reaches you and has been read point by point, surrender your heart to the sharpest pain, like a leaf before the storm, when you learn of the sorrowful disaster of the drowning in the whirlpool…
Calamity struck him suddenly and inescapably. Depict the destruction of the lords, the lord of the tribes, the king of the east and the west. The sleep in the waters has made something helpless out of something great. What news can compare to the news I have sent you?202
This miracle, experienced by the Prophet Musa (as) and the Children of Israel as they crossed the Red Sea, has been the subject of many studies. Archaeological investigations have established not only the path taken to the Red Sea after leaving Egypt, but also that the place where Pharaoh and the Prophet Musa (as) and his tribe met was one surrounded by mountains. (Allah knows best.)
The mountain known as Jabal-al Musa is generally regarded as being in the Sinai Peninsula. However, recent findings have shown that it is actually on the Arabian shore of the Red Sea.
Following a long and difficult journey for the Prophet Musa (as) and the Israelites, a passage out between the mountains could be seen.
That part of the Sinai Peninsula opening onto the Gulf.
Following a great deal of study and investigation taking this as the starting point, scientists came to striking conclusions with regard to how the sea was divided into two. These conclusions are in full agreement with those revealed in the Qur'an. The way that historical events described in the Qur'an are today illuminated by historical records is without doubt an important miracle of the book of Islam.

Pharaoh’s royal chariot is on display in a museum in Egypt. A similar example was found during excavations in the location where the sea divided.
Naum Volzinger and Alexei Androsov, two Russian mathematicians, proved that the Prophet Musa (as) could indeed have parted the sea. Unlike those scientists who concentrated on the probability of such a miracle, the Russian mathematicians investigated the conditions that might have led to the miracle. In turn, this led to the confirmation of the miracle itself.
According to the study which was published in the Bulletin of the Russian Academy of Sciences, there was a reef, which was close to the surface in the Red Sea at that time. From there, the scientists set about establishing the speed of the wind and the strength of the storm needed to leave the reef high and dry at low tide. As a result, it became apparent that a wind speed of 30 metres per second would have caused the sea to retract, leaving the reef exposed. Naum Volzinger, of the Institute of Oceanography of the Russian Academy of Sciences, stated that "if the [east] wind blew all night at a speed of 30 metres per second then the reef would be dry." He also said that "it would take the Jews-there were 600,000 of them-four hours to cross the 7 kilometre reef that runs from one coast to another… then, in half an hour, the waters would come back."203 In addition, Volzinger said that he and his colleague Androsov studied the issue strictly from Isaac Newton's point of view. As he put it, "I am convinced that God rules the Earth through the laws of physics."204
It must not be forgotten that there is always a possibility of this natural phenomenon taking place. If Allah so desires, this miracle can take place again when the requisite conditions-such as windspeed, time and place-are met. However, the truly miraculous aspect here is the fact that these events took place just when the Prophet Musa (as) and his tribe were about to be vanquished. The fact that the waters withdrew just as the Prophet Musa (as) and the community with him were about to cross them-not to mention the way that the waters returned just as Pharaoh and his army were crossing-is a clear example of the aid that Allah gives to the faithful. Indeed, the way that the Prophet Musa (as) relied on and trusted in Allah is an example of the most pleasing moral values:
And when the two hosts came into sight of one another Musa's companions said, "We will surely be overtaken!" He said, "Never! My Lord is with me and He will guide me." (Qur'an, 26:61-62)

HALLEY’S COMET AND 76 YEARS

Halley's Comet

One of the greatest developments in modern astronomy is the discovery of Halley’s Comet. The 18th-century scientist Edmund Halley discovered that the comet comes around every 76 years. With that discovery, Halley established that comets have astronomical orbits. 

The name "Halley" by which the comet is known, appears in a most striking way in verse 76 of Surat al-An’am in the Qur’an:
When night covered him he saw a star and said, ‘This is my Lord!’ Then when it set he said, “I do not love what sets.” (Sura An’am, 76) 

The letters that make up the word "Halley" appear for the first time in the Qur’an in this verse. Furthermore, the reference to a “setting” star is highly significant. What is more, the Arabic word “kawkaban,” meaning “star,” appears right next to the letters comprising “Halley.”
  
76, the number of the related verse, on the other hand, may indicate 76 years, which is Halley’s orbital period. (Allah knows the truth.) The verse number 76 represents the Halley comet; because Halley becomes visible from the Earth every 76 years. That is to say, its orbital period is 76. For this reason, that Halley is mentioned for the first time in the Qur’an in the 76th verse is a miracle of Allah.

Monday 18 July 2011

Hadith berkaitan Dajjal

 Dalam hadis yang sangat panjang yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahaihnya, dikabarkan dari Fatimah binti Qais, dimana ia berkata:

“Aku mendengar seruan dari tukang seru Rasulullah untuk melaksanakan shalat berjama’ah, maka aku berangkat ke masjid dan shalat bersama Rasulullah. Aku shalat di shaf para wanita di belakang kaum laki-laki. Ketika shalat sudah selesai, Rasulullah duduk di atas mimbar, sambil tersenyum beliau berkata:
Demi Allah, sesungguhnya aku mengumpulkan kalian bukanlah untuk suatu kabar gembira atau kabar buruk, akan tetapi aku mengumpulkan kalian karena Tamim Ad Dari yang dahulunya seorang laki-laki pemeluk agama Nasrani, maka ia telah memeluk agama Islam dan membai’atku. Ia telah berkata kepadaku dengan suatu perkataan yang sudah pernah aku katakan kepada kalian tentang Al Masihuddajjal.

Ia mengisahkan perjalannya kepadaku, bahwa ia berlayar dengan sebuah kapal laut bersama 30 orang laki-laki dari kabilah Lakham dan Judzam. Kemudian mereka terombang-ambing oleh ombak (badai) selama satu bulan. Hingga tersebut terdampar pada sebuah pulau di tengah laut di arah tempat matahari terbenam. Lalu mereka semua duduk (istirahat) di suatu tempat yang terletak sangat dekat dengan kapal. Setelah itu mereka masuk ke dalam pulau tersebut, lalu mereka bertemu dengan seekor binatang yang berbulu lebat, sehingga mereka tidak dapat memperkirakan mana ekornya dan mana kepalanya, karena tertutup oleh bulunya yang terlalu banyak.

Maka mereka berkata: Celaka, dari jenis apakah kamu ini. Ia menjawab: Saya adalah Al Jassasah. Mereka bertanya: Apakah Al Jassasah itu? (tanpa menjawab) ia berkata: Wahai orang-orang, pergilah kalian kepada seorang laki-laki yang berada di biara itu. Sesungguhnya ia sangat ingin mendengarkan berita-berita dari kalian! Tamim Ad Dari berkata: Ketika ia telah menjelaskan kepada kami tentang laki-laki itu, kami pun terkejut karena kami mengira: bahwa ia adalah setan. Lalu kami segera berangkat sehingga kami memasuki biara tersebut, tiba-tiba di sana terdapat seorang manusia yang paling besar (yang pernah kami lihat) dalam keadaan terikat sangat kuat. Kedua tangannya terikat ke pundaknya serta antara dua lutut dan mata kakinya terikat dengan besi.

Kami berkata: Celaka, siapakah kamu ini? Ia menjawab: Takdir sudah menentukan bahwa kalian akan menyampaikan kabar-kabar kepada saya, maka kabarkanlah kepada saya siapakah kalian ini? Mereka menjawab: Kami adalah orang-orang Arab yang berlayar dengan sebuah kapal, tiba-tiba kami menghadapi sebuah laut yang sedang berguncang, lalu kami terombang-ambing di tengah laut selama satu bulan , maka terdamparlah kami di pulau ini. Lalu kami duduk di tempat yang terdekat dengan kapal, kemudian kami masuk ke pulau ini. Maka kami bertemu dengan seekor binatang yang sangat banyak bulunya, yang tidak dapat diperkirakan mana ekor dan mana kepalanya, dari banyaknya bulunya.

Maka kami berkata: Celaka, apakah kamu ini? Ia menjawab: Aku adalah Al Jassasah. (Tanpa menjawab) ia berkata: Pergilah kalian kepada seorang laki-laki yang berada di biara itu, karena ia sangat menginginkan berita-berita yang kalian bawa. Lalu kami segera menuju tempat kamu ini, maka kami terkejut bercampur takut karena mengira bahwa kamu ini adalah setan.

Ia (laki-laki besar yang teikat itu) berkata: Beritakanlah kepada saya tentang pohon-pohon korma yang ada di daerah Baisan.
Baisan -sebuah bandar di Utara Palestin (di kawasan Israel sekarang)

Kami berkata: Tentang apa yang ingin kamu tanya darinya? Ia berkata: Saya menanyakan apakah pohon-pohon korma itu tetap berbuah? Kami menjawab: Ya. Ia berkata: Adapun pohon-pohon korma itu, maka (sebentar lagi) hampir saja tidak akan berbuah lagi. Kemudian ia berkata lagi: Beritakanlah kepadaku tentang danau Tiberia.
Tiberia( terdapat beberapa nama lain Tasek Kinnaret, Tiberius, Galilee- tasek yg besar sehingga memiliki banyak nama)

Mereka berkata: Tentang apakah yang ingin kamu tanyakan perihalnya? Ia bertanya: Apakah ia tetap berarir? Kami menjawab: Ya. Ia berkata: Adapun airnya, maka ia (sebentar lagi) hampir saja akan habis.

Kemudian ia berkata lagi: Beritakanlah kepada saya tentang mata air Zugar.
Terletak di selatan Laut Mati (sekarang dikenali Ain Tamar)

Mereka berkata: Tentang apa yang kamu ingin tanyakan perihalnya? Ia bertanya: Apakah disana masih ada air dan apakah penduduk disana masih bertani dengan menggunakan air dari mata air Zugar itu? Kami katakan kepadanya: Benar, ia berair banyak dan penduduknya bertani dari mata air tersebut. Lalu ia berkata lagi: Beritakanlah kepada saya tentang Nabi yang ummi, apa sajakah yang sudah ia perbuat? Mereka menjawab: Dia telah keluar dari Makkah menuju Madinah. Lalu ia bertanya: Apakah ia diperangi oleh orang-orang Arab? Kami menjawab: Ya. Ia bertanya: Apakah yang ia lakukan terhadap mereka? Maka kami memberitahukan kepadanya, bahwa ia (Nabi itu) telah menundukkan orang-orang Arab yang bersama dengannya dan mereka menaatinya. Lalu ia berkata: Apakah itu semua telah terjadi? Kami menjawab: Ya. Ia berkata: Sesungguhnya adalah lebih baik bagi mereka untuk menaatinya dan sungguh saya akan mengatakan kepada kalian tentang diri saya, saya adalah Al Masihuddajjal dan sesungguhya saya hampir saja diizinkan untuk keluar. Maka saya akan keluar dan berjalan di muka bumi, dan tidak ada satu pun kampung (negeri) yang tidak akan kumasuki dalam waktu 40 malam selain Makkah dan Thibah. Maka kedua negeri itu adalah terlarang untuk saya, dimana setiap kali aku ingin memasuki salah satu dari kedua negeri itu, saya dihadang oleh seorang malaikat yang ditangannya ada pedang berkilau dan sangat tajam untuk menghambatku dari kedua negeri tersebut. Dan di setiap celahnya terdapat malaikat yang menjaganya.

Ia (Fatimah si perawi hadits) berkata: Rasulullah bersabda sambil menghentakkan tongkatnya di atas mimbar: Inilah Thibah, inilah Thibah, inilah Thibah (maksudnya kota Madinah). Bukankah aku sudah menyampaikan kepada kalian tentang hal itu? Orang-orang (para sahabat) menjawab: Benar. Beliau berkata: Saya tertarik dengan apa-apa yang dikatakan oleh Tamim Ad Dari, karena ia bersesuaian dengan apa-apa yang pernah aku sampaikan kepada kalian tentang Madinah dan Makkah. Bukankah ia (tempat dajal) terletak di laut Syam atau laut Yaman? Dimana Rasulullah mengisyaratkan tangannya ke arah Timur. Ia (Fatimah) berkata: Hal ini saya hafalkan dari Rasulullah.”
Riwayat Muslim dari Fathimah binti Qais dalam kitab Al fitan. Riwayat Ahmad dari Abi Hurairah dan ‘Aisyah. Riwayat Ibn Majah dari Fathimah dan riwayat Abu Dawud dengan sanad yang hasan dari Jabir.

Sunday 17 July 2011

Detik-detik Terakhir Kehidupan Insan Mulia

   Daripada Ibnu Mas’ud ra bahawasanya ia berkata: Ketika ajal Rasulullah SAW sudah dekat, baginda mengumpul kami di rumah Siti Aisyah ra.
Kemudian baginda memandang kami sambil berlinangan air matanya, lalu bersabda:“Marhaban bikum, semoga Allah memanjangkan umur kamu semua, semoga Allah menyayangi, menolong dan memberikan petunjuk kepada kamu. Aku berwasiat kepada kamu, agar bertakwa kepada Allah. Sesungguhnya aku adalah sebagai pemberi peringatan untuk kamu. Janganlah kamu berlaku sombong terhadap Allah.”
Allah berfirman: “Kebahagiaan dan kenikmatan di akhirat. Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan dirinya dan membuat kerosakan di muka bumi. Dan kesudahan syurga itu bagi orang-orang yang bertakwa.”
Kemudian kami bertanya: “Bilakah ajal baginda ya Rasulullah? Baginda menjawab: Ajalku telah hampir, dan akan pindah ke hadhrat Allah, ke Sidratulmuntaha dan ke Jannatul Makwa serta ke Arsyila’ la.”
Kami bertanya lagi: “Siapakah yang akan memandikan baginda ya Rasulullah? Rasulullah menjawab: Salah seorang ahli bait. Kami bertanya: Bagaimana nanti kami mengafani baginda ya Rasulullah?
Baginda menjawab: “Dengan bajuku ini atau pakaian Yamaniyah.”
Kami bertanya: “Siapakah yang mensolatkan baginda di antara kami?” Kami menangis dan Rasulullah SAW pun turut menangis.
Kemudian baginda bersabda: “Tenanglah, semoga Allah mengampuni kamu semua. Apabila kamu semua telah memandikan dan mengafaniku, maka letaklah aku di atas tempat tidurku, di dalam rumahku ini, di tepi liang kuburku, kemudian keluarlah kamu semua dari sisiku. Maka yang pertama-tama mensolatkan aku adalah sahabatku Jibril as. Kemudian Mikail, kemudian Israfil kemudian Malaikat Izrail (Malaikat Maut) beserta bala tenteranya. Kemudian masuklah anda dengan sebaik-baiknya. Dan hendaklah yang mula solat adalah kaum lelaki dari pihak keluargaku, kemudian yang wanita-wanitanya, dan kemudian kamu semua.”

Semakin Tenat
Semenjak hari itulah Rasulullah SAW bertambah sakitnya, yang ditanggungnya selama 18 hari, setiap hari ramai yang mengunjungi baginda, sampailah datangnya hari Isnin, di saat baginda menghembus nafas yang terakhir.
Sehari menjelang baginda wafat iaitu pada hari Ahad, penyakit baginda semakin bertambah serius. Pada hari itu, setelah Bilal bin Rabah selesai mengumandangkan azannya, ia berdiri di depan pintu rumah Rasulullah, kemudian memberi salam: “Assalamualaikum ya Rasulullah?” Kemudian ia berkata lagi “Assolah yarhamukallah.”
Fatimah menjawab: “Rasulullah dalam keadaan sakit?” Maka kembalilah Bilal ke dalam masjid, ketika bumi terang disinari matahari siang, maka Bilal datang lagi ke tempat Rasulullah, lalu ia berkata seperti perkataan yang tadi. Kemudian Rasulullah memanggilnya dan menyuruh ia masuk.
Setelah Bilal bin Rabah masuk, Rasulullah SAW bersabda: “Saya sekarang dalam keadaan sakit, Wahai Bilal, kamu perintahkan sahaja agar Abu Bakar menjadi imam dalam solat.”
Maka keluarlah Bilal sambil meletakkan tangan di atas kepalanya sambil berkata: “Aduhai, alangkah baiknya bila aku tidak dilahirkan ibuku?”  Kemudian ia memasuki masjid dan berkata kepada Abu Bakar agar beliau menjadi imam dalam solat tersebut.
Ketika Abu Bakar ra melihat ke tempat Rasulullah yang kosong, sebagai seorang lelaki yang lemah lembut, ia tidak dapat menahan perasaannya lagi, lalu ia menjerit dan akhirnya ia pengsan. Orang-orang yang berada di dalam masjid menjadi bising sehingga terdengar oleh Rasulullah SAW. Baginda bertanya: “Wahai Fatimah, suara apakah yang bising itu? Siti Fatimah menjawab: Orang-orang menjadi bising dan bingung kerana Rasulullah SAW tidak ada bersama mereka.”
Kemudian Rasulullah SAW memanggil Ali bin Abi Thalib dan Abbas ra, sambil dibimbing oleh mereka berdua, maka baginda berjalan menuju ke masjid. Baginda solat dua rakaat, setelah itu baginda melihat kepada orang ramai dan bersabda: “Ya ma’aasyiral Muslimin, kamu semua berada dalam pemeliharaan dan perlindungan Allah, sesungguhnya Dia adalah penggantiku atas kamu semua setelah aku tiada. Aku berwasiat kepada kamu semua agar bertakwa kepada Allah SWT, kerana aku akan meninggalkan dunia yang fana ini. Hari ini adalah hari pertamaku memasuki alam akhirat, dan sebagai hari terakhirku berada di alam dunia ini.”

Malaikat Maut Datang Bertamu
Pada hari esoknya, iaitu pada hari Isnin, Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut supaya ia turun menemui Rasulullah SAW dengan berpakaian sebaik-baiknya. Dan Allah menyuruh kepada Malaikat Maut mencabut nyawa Rasulullah SAW dengan lemah lembut. Seandainya Rasulullah menyuruhnya masuk, maka ia dibolehkan masuk, namun jika Rasulullah SAW tidak mengizinkannya, ia tidak boleh masuk, dan hendaklah ia kembali sahaja.
Maka turunlah Malaikat Maut untuk menunaikan perintah Allah SWT. Ia menyamar sebagai seorang biasa. Setelah sampai di depan pintu tempat kediaman Rasulullah SAW, Malaikat Maut itupun berkata: “Assalamualaikum Wahai ahli rumah kenabian, sumber wahyu dan risalah!” Fatimah pun keluar menemuinya dan berkata kepada tamunya itu: “Wahai Abdullah (Hamba Allah), Rasulullah sekarang dalam keadaan sakit.”
Kemudian Malaikat Maut itu memberi salam lagi: “Assalamualaikum. Bolehkah saya masuk?”   Akhirnya Rasulullah SAW mendengar suara Malaikat Maut itu, lalu baginda bertanya kepada puterinya Fatimah: “Siapakah yang ada di muka pintu itu? Fatimah menjawab: “Seorang lelaki memanggil baginda, saya katakan kepadanya bahawa baginda dalam keadaan sakit. Kemudian ia memanggil sekali lagi dengan suara yang menggetarkan sukma.”
Rasulullah SAW bersabda: “Tahukah kamu siapakah dia?” Fatimah menjawab: “Tidak wahai baginda.” Lalu Rasulullah SAW menjelaskan: “Wahai Fatimah, ia adalah pengusir kelazatan, pemutus keinginan, pemisah jemaah dan yang meramaikan kubur.”
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Masuklah, Wahai Malaikat Maut. Maka masuklah Malaikat Maut itu sambil mengucapkan ‘Assalamualaika ya Rasulullah.” Rasulullah SAW pun menjawab: Waalaikassalam Ya Malaikat Maut. Engkau datang untuk berziarah atau untuk mencabut nyawaku?”
Malaikat Maut menjawab: “Saya datang untuk ziarah sekaligus mencabut nyawa. Jika tuan izinkan akan saya lakukan, kalau tidak, saya akan pulang.
Rasulullah SAW bertanya: “Wahai Malaikat Maut, di mana engkau tinggalkan kecintaanku Jibril? “Saya tinggal ia di langit dunia?” Jawab Malaikat Maut.
Baru sahaja Malaikat Maut selesai bicara, tiba-tiba Jibril as datang kemudian duduk di samping Rasulullah SAW. Maka bersabdalah Rasulullah SAW: “Wahai Jibril, tidakkah engkau mengetahui bahawa ajalku telah dekat? Jibril menjawab: Ya, Wahai kekasih Allah.”
Ketika Sakaratul Maut
Seterusnya Rasulullah SAW bersabda: “Beritahu kepadaku Wahai Jibril, apakah yang telah disediakan Allah untukku di sisinya? Jibril pun menjawab; “Bahawasanya pintu-pintu langit telah dibuka, sedangkan malaikat-malaikat telah berbaris untuk menyambut rohmu.”
Baginda SAW bersabda: “Segala puji dan syukur bagi Tuhanku. Wahai Jibril, apa lagi yang telah disediakan Allah untukku? Jibril menjawab lagi: Bahawasanya pintu-pintu Syurga telah dibuka, dan bidadari-bidadari telah berhias, sungai-sungai telah mengalir, dan buah-buahnya telah ranum, semuanya menanti kedatangan rohmu.”
Baginda SAW bersabda lagi: “Segala puji dan syukur untuk Tuhanku. Beritahu lagi wahai Jibril, apa lagi yang di sediakan Allah untukku? Jibril menjawab: Aku memberikan berita gembira untuk tuan. Tuanlah yang pertama-tama diizinkan sebagai pemberi syafaat pada hari kiamat nanti.”
Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Segala puji dan syukur, aku panjatkan untuk Tuhanku. Wahai Jibril beritahu kepadaku lagi tentang khabar yang menggembirakan aku?”
Jibril as bertanya: “Wahai kekasih Allah, apa sebenarnya yang ingin tuan tanyakan? Rasulullah SAW menjawab: “Tentang kegelisahanku, apakah yang akan diperolehi oleh orang-orang yang membaca Al-Quran sesudahku? Apakah yang akan diperolehi orang-orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan sesudahku? Apakah yang akan diperolehi orang-orang yang berziarah ke Baitul Haram sesudahku?”
Jibril menjawab: “Saya membawa khabar gembira untuk baginda. Sesungguhnya Allah telah berfirman: Aku telah mengharamkan Syurga bagi semua Nabi dan umat, sampai engkau dan umatmu memasukinya terlebih dahulu.”
Maka berkatalah Rasulullah SAW: “Sekarang, tenanglah hati dan perasaanku. Wahai Malaikat Maut dekatlah kepadaku?”   Lalu Malaikat Maut pun berada dekat Rasulullah SAW.
Ali ra bertanya: “Wahai Rasulullah SAW, siapakah yang akan memandikan baginda dan siapakah yang akan mengafaninya? Rasulullah menjawab: Adapun yang memandikan aku adalah engkau wahai Ali, sedangkan Ibnu Abbas menyiramkan airnya dan Jibril akan membawa hanuth (minyak wangi) dari dalam Syurga.
Kemudian Malaikat Maut pun mulai mencabut nyawa Rasulullah. Ketika roh baginda sampai di pusat perut, baginda berkata: “Wahai Jibril, alangkah pedihnya maut.”
Mendengar ucapan Rasulullah itu, Jibril as memalingkan mukanya. Lalu Rasulullah SAW bertanya: “Wahai Jibril, apakah engkau tidak suka memandang mukaku? Jibril menjawab: Wahai kekasih Allah, siapakah yang sanggup melihat muka baginda, sedangkan baginda sedang merasakan sakitnya maut?” Akhirnya roh yang mulia itupun meninggalkan jasad Rasulullah SAW.

Kesedihan Sahabat
Berkata Anas ra: “Ketika aku lalu di depan pintu rumah Aisyah ra aku dengar ia sedang menangis, sambil mengatakan: Wahai orang-orang yang tidak pernah memakai sutera. Wahai orang-orang yang keluar dari dunia dengan perut yang tidak pernah kenyang dari gandum. Wahai orang yang telah memilih tikar daripada singgahsana. Wahai orang yang jarang tidur di waktu malam kerana takut Neraka Sa’ir.”
Dikisahkan dari Said bin Ziyad dari Khalid bin Saad, bahawasanya Mu’az bin Jabal ra telah berkata: “Rasulullah SAW telah mengutusku ke Negeri Yaman untuk memberikan pelajaran agama di sana. Maka tinggallah aku di sana selama 12 tahun. Pada satu malam aku bermimpi dikunjungi oleh seseorang, kemudian orang itu berkata kepadaku: “Apakah anda masih lena tidur juga wahai Mu’az, padahal Rasulullah SAW telah berada di dalam tanah.”
Mu’az terbangun dari tidur dengan rasa takut, lalu ia mengucapkan: “A’uzubillahi minasy syaitannir rajim?”   Setelah itu ia lalu mengerjakan solat.
Pada malam seterusnya, ia bermimpi seperti mimpi malam yang pertama. Mu’az berkata: “Kalau seperti ini, bukanlah dari syaitan?”   Kemudian ia memekik sekuat-kuatnya, sehingga didengar sebahagian penduduk Yaman.
Pada esok harinya orang ramai berkumpul, lalu Mu’az berkata kepada mereka: “Malam tadi dan malam sebelumnya saya bermimpi yang sukar untuk difahami. Dahulu, bila Rasulullah SAW bermimpi yang sukar difahami, baginda membuka Mushaf (al-Quran). Maka berikanlah Mushaf kepadaku. Setelah Mu’az menerima Mushaf, lalu dibukanya maka nampaklah firman Allah yang bermaksud:
“Sesungguhnya kamu akan mati dan sesungguhnya mereka akan mati pula?”
(Az-Zumar: 30).
Maka menjeritlah Mu’az, sehingga ia tak sedarkan diri. Setelah ia sedar kembali, ia membuka Mushaf lagi, dan ia nampak firman Allah yang berbunyi:
“Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sungguh telah berlalu sebelumnya beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh kamu berbalik ke belakang (murtad)? Barangsiapa yang berbalik ke belakang, maka ia tidak dapat mendatangkan mudharat kepada orang-orang yang bersyukur?”
(Ali-lmran: 144)
Maka Mu’az pun menjerit lagi: “Aduhai Abal-Qassim. Aduhai Muhammad?”   Kemudian ia keluar meninggalkan Negeri Yaman menuju ke Madinah. Ketika ia akan meninggalkan penduduk Yaman, ia berkata: “Seandainya apa yang kulihat ini benar. Maka akan meranalah para janda, anak-anak yatim dan orang-orang miskin, dan kita akan menjadi seperti biri-biri yang tidak ada pengembala.”
Kemudian ia berkata: “Aduhai sedihnya berpisah dengan Nabi Muhammad SAW?”   Lalu iapun pergi meninggalkan mereka. Di saat ia berada pada jarak lebih kurang tiga hari perjalanan dari Kota Madinah, tiba-tiba terdengar olehnya suara halus dari tengah-tengah lembah, yang mengucapkan firman Allah yang bermaksud:
“Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati.”
Lalu Mu’az mendekati sumber suara itu, setelah berjumpa, Mu’az bertanya kepada orang tersebut: “Bagaimana khabar Rasulullah SAW? Orang tersebut menjawab: Wahai Mu’az, sesungguhnya Muhammad SAW telah meninggal dunia. Mendengar ucapan itu Mu’az terjatuh dan tak sedarkan diri. Lalu orang itu menyedarkannya, ia memanggil Mu’az: Wahai Mu’az sedarlah dan bangunlah.”
Ketika Mu’az sedar kembali, orang tersebut lalu menyerahkan sepucuk surat untuknya yang berasal dari Abu Bakar Assiddik, dengan cop dari Rasulullah SAW. Tatkala Mu’az melihatnya, ia lalu mencium cop tersebut dan diletakkan di matanya, kemudian ia menangis dengan tersedu-sedu.
Setelah puas ia menangis iapun melanjutkan perjalanannya menuju Kota Madinah.
Mu’az sampai di Kota Madinah pada waktu fajar menyingsing. Didengarnya Bilal sedang mengumandangkan azan Subuh. Bilal mengucapkan: “Asyhadu Allaa Ilaaha Illallah?” Mu’az menyambungnya: “Wa Asyhadu Anna Muhammadur Rasulullah?” Kemudian ia menangis dan akhirnya ia jatuh dan tak sedarkan diri lagi.
Pada saat itu, di samping Bilal bin Rabah ada Salman Al-Farisy ra lalu ia berkata kepada Bilal: “Wahai Bilal sebutkanlah nama Muhammad dengan suara yang kuat dekatnya, ia adalah Mu’az yang sedang pengsan.
Ketika Bilal selesai azan, ia mendekati Mu’az, lalu ia berkata: “Assalamualaika, angkatlah kepalamu wahai Mu’az, aku telah mendengar dari Rasulullah SAW, baginda bersabda: “Sampaikanlah salamku kepada Mu’az.”
Maka Mu’az pun mengangkatkan kepalanya sambil menjerit dengan suara keras, sehingga orang-orang menyangka bahawa ia telah menghembus nafas yang terakhir, kemudian ia berkata: “Demi ayah dan ibuku, siapakah yang mengingatkan aku pada baginda, ketika baginda akan meninggalkan dunia yang fana ini, wahai Bilal? Marilah kita pergi ke rumah isteri baginda Siti Aisyah ra.”
Ketika sampai di depan pintu rumah Siti Aisyah, Mu’az mengucapkan: “Assalamualaikum ya ahlil bait, wa rahmatullahi wa barakatuh?” Yang keluar ketika itu adalah Raihanah, ia berkata: “Aisyah sedang pergi ke rumah Siti Fatimah. Kemudian Mu’az menuju ke rumah Siti Fatimah dan mengucapkan: “Assalamualaikum ya ahli bait.”
Siti Fatimah menyambut salam tersebut, kemudian ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: Orang yang paling alim di antara kamu tentang perkara halal dan haram adalah Mu’az bin Jabal, ia adalah kekasih Rasulullah SAW.”
Kemudian Fatimah berkata lagi: “Masuklah wahai Mu’az?” Ketika Mu’az melihat Siti Fatimah dan Aisyah ra ia terus pengsan dan tak sedarkan diri. Ketika ia sedar, Fatimah lalu berkata kepadanya: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: Sampaikanlah salam saya kepada Mu’az dan khabarkan kepadanya bahawasanya ia kelak di hari kiamat sebagai imam ulama.”
Kemudian Mu’az bin Jabal keluar dari rumah Siti Fatimah menuju ke arah kubur Rasulullah SAW.

kalam Allah di Bumi Rayyan

Listen to Quran

REHLAH DI KOLAM RAYYAN